Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

Menelusuri Sejarah dan Penulisan Manuskrip Al-Qur’an Mushaf 9 Museum Masjid Agung Demak Melalui Lensa Kodikologi dan Tekstologi

parist  id
Rabu, Mei 21, 2025 | 19:04 WIB

Potret Manuskrip Al-Qur’an Mushaf 9 Museum Masjid Agung Demak
Demak, PARIST.ID - Telaah Manuskrip menjadi salah satu kajian yang digemari oleh sebagian orang, karena dalam setiap manuskrip memiliki kekhasan yang memikat, baik dari segi kodikologi maupun tekstologinya. Keunikan inilah yang membuat kajian terhadap naskah-naskah kuno menarik perhatian. Kodikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk atau semua aspek yang berhubungan dengan naskah, seperti bahan naskah, umur naskah, tempat penulisan naskah, dan perkiraan penulisan naskah. (Tedi Permadi, n.d) Sedangkan tekstologi fokus uatamanya adalah menelusuri seluk beluk teks. Kedua aspek tersebut saling berkaitan dan menjadi aspek penting dalam kajian naskah kuno.

Manuskrip atau naskah kuno merupakan warisan masa lampau yang berbentuk tulisan tangan (Lis Azfa.A., 2024), sebagai Cagar Budaya manuskrip menyimpan jejak intelektual dan peradaban terdahulu, menjadikannya benda yang tak ternilai harganya. Lebih dari sekadar lembaran-lembaran usang, setiap manuskrip merupakan jendela yang menghubungkan kita dengan pemikiran, keyakinan, dan praktik masyarakat di zamannya. Tak terkecuali Manuskrip Al-Qur’an Mushaf 9 dari Museum Masjid Agung Demak, yang menyimpan segudang informasi menarik untuk diungkap melalui lensa kodikologi dan tekstologi.

Sejarah Singkat Penemuan Manuskrip Mushaf 9

Potret Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak yang kita kenal saat ini, didirikan pada abad ke-15 oleh Walisomgo dan Raden Fatah. Sepanjang sejarahnya nama masjid ini beberapa kali mengalami perubahan nama, mulai dari Pesantren Glagah Wangi, Masjid Pesantren Glagah Wangi, Masjid Kadipaten Glagah Wangi, Masjid Kesultanan Demak Bintoro, dan terakhir sesuai UU No 05 tahun 1992, dan PP No 10 tahun 1993, setiap masjid yang berada di bawah  wilayah Kotamadya atau Kabupaten diubah menjadi Masjid Jami’ atau Masjid Agung. 

Masjid Agung Demak tidak hanya menjadi simbol kejayaan Islam di Tanah Jawa, tetapi juga menyimpan peninggalan berharga berupa manuskrip-manuskrip Al-Qur’an kuno, salah satunya yakni Mushaf 9. Penemuan mushaf ini menjadi jejak penting dalam upaya pelestarian warisan keislaman dan sejarah budaya.  Menururt penjelasan Husni Mubarok, penjaga Musem masjid Agung Demak yang bertugas saat itu, bahwa diantara beberapa manuskrip Al-Qur’an yang disimpan di Museum, kebanyakan ditemukan di lantai dua masjid, salah satunya adalah manuskrip mushaf 9, dan diduga penulis dari manuskrip ini adalah Santri yang pernah mengabdi di Pesantren Glagah Wangi, namun penjelasan tersebut tidak disertai bukti yang cukup kuat. Dari beberapa sumber menyatakan bahwa manuskrip mushaf 9 itu ditemukan di atap masjid, yakni di bawah atap ketika masjid sedang dipugar. (Ulfa.P., 2024)

Karakteristik Naskah

Manuskrip Al-Qur’an Mushaf 9 dengan Kode Nomor DK-MAD/MMAD.9/AQ/2023, merupakan koleksi dari Museum Masjid Agung Demak. Namun, nama penulis dan tahun penulisan naskah tidak diketahui. Manuskrip dengan sampul berbahan kulit warna cokelat tua ini, masih tersimpan dengan aman di Museum Masjid Agung Demak. Proses perawatannya pun tidak begitu sulit, hanya dengan menyimpannya dalam lemari dan memberi tembakau sebagai bahan pengawet alami. Meskipun kondisi fisiknya masih terhitung bagus, namun penjilidan dari Manuskrip ini tidak utuh lagi, seperti pada bagian surat Al-Baqarah diawali dengan lafadz “abwaabihaa wattaqullaha la’allakum tuflihuun..” dan bagian terakhir naskah hanya sampai surat Al-Lahab.

Potret Manuskrip Mushaf 9
Jenis alas atau bahan yang digunakan adalah kertas Eropa. Tebal naskah dengan sampul 8 cm, dan tanpa sampul tebalnya 7 cm, dengan jumlah halaman 680 halaman serta diidentifikasi sebagai naskah asli. Secara ukuran, naskah ini memiliki dimensi umum 33 x 20,5 cm dan ukuran khusus 22,5 x 12 cm, dengan jumlah 15 baris pada setiap halamannya. Tidak ditemukan adanya tipe kuras, jumlah kuras, maupun jumlah bifolium tiap kuras. Tidak pula ditemukan adanya kolofon dan halaman kosong.

Penggunaan warna tinta dalam naskah ini cukup beragam. Warna hitam digunakan untuk menulis teks utama. Warna merah digunakan untuk beberapa tujuan, seperti menandai kepala surat, permulaan juz, lingkaran akhir ayat, serta untuk iluminasi (hiasan). Selain itu, terdapat warna hijau, biru, kuning, dan emas yang digunakan untuk memperindah iluminasi pada naskah. Iluminasi ditemukan pada awal surat dalam naskah ini. Kertas yang dipakai memiliki watermark dan countermark. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab. Terdapat catchword atau kata alihan namun, tidak ditemukan adanya foliasi maupun informasi mengenai ukuran margin, serta tidak ada parateks berupa catatan dalam halaman kosong. 

Sebuah catatan penting mengenai kepemilikan (exlibris) ditemukan di bagian depan mushaf. Catatan tersebut ditulis dalam huruf Jawa dan berbunyi: "punika Qur'an kagunganipun Raden Ayu dirja tahun Welandi 1783. Kaparingke Rahaden Welandi," yang berarti "Qur'an ini milik Raden Ayu dirja tahun Belanda (Masehi) 1783. Diberikan oleh Rahaden Welandi."

Telaah Aspek Tekstologi Manuskrip Mushaf 9

Keunikan Manuskrip Mushaf 9 tidak hanya dari segi kodikologi saja, tetapi juga tekstologinya. Penulisan mushaf ini masih sangat kental dengan budaya penulisan pada abad ke 18 M. Terlihat dari penulisan lafadz عوجاً, dalam mushaf 9 tidak dituliskan tanda saktah setelahnya, hal tersebut menunjukkan bahwa memang penulisan mushaf pada saat itu tidak menyertakan tanda waqof. Begitu pula dengan penomoran ayat, yang hanya dituliskan dengan tanda titik atau bulatan kecil. Yang kedua sangat mencerminkan budaya penulisan pada abad ke 18 M. 

Gaya khat yang digunakan adalah khat Naskhi dan rasm dalam Manuskrip tersebut adalah rasm Imla'i, seperti pada lafadz الصالحات masih ditulis dengan ejaan biasa (Imla').

Kemudian Qiro'at yang digunakan dalam Manuskrip ini adalah Qiro'at Imam 'Ashim riwayat Imam Hafsh, hal ini dibuktikan dengan lafadz مِن لَدُنْهُ. Menurut Imam Hafsh cara membacanya adalah بضم الدال، وسكون النون، مع ضم وقصر الهاء (dengan huruf dal didhomah, nun yang disukun, dan ha’ yang didhommah serta dibaca pendek). Berbeda dengan riwayat Imam Syu'bah, cara membacanya adalah قرأ باسكان الدال، مع اشمامها الضم، وكسر النون والهاء، مع الصلة (huruf dal disukun dengan mencondongkannya ke dhommah, serta huruf nun dan ha' yang dibaca kasroh dengan shillah). (nquran.com)

Potret dokumentasi observasi

Potret dokumentasi observasi

Potret dokumentasi observasi

Potret dokumentasi observasi

Penulis : Sadiyatul Ummah (2330110051), Laili Syarifah (2330110056), Roikhatus Sa’adah (2330110059), Laili Fauziatun Nasikah      (2330110066),Nailatul Minnah (2330110075), Fatimah Almas Zahara (2330110078), ( Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN SUNAN KUDUS ).


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menelusuri Sejarah dan Penulisan Manuskrip Al-Qur’an Mushaf 9 Museum Masjid Agung Demak Melalui Lensa Kodikologi dan Tekstologi

Trending Now