Best Viral Premium Blogger Templates

Tari Genteng Bakal Jadi Ikon Budaya IAIN Kudus

parist  id
Senin, Mei 10, 2021 | 11:50 WIB

FOTO BERSAMA: Pemain Tari Genteng dalam acara Gebyar Kreativitas Seni (GKS) Prodi PGMI. (Foto: Istimewa)

Kampus, parist.id – Tari Genteng akan menjadi ikon baru sebagai identitas budaya di IAIN Kudus. Tarian yang merepresentasikan proses pembuatan genteng ini dipilih karena banyak masyarakat sekitar yang memproduksi genteng.

Tarian ini dipelopori oleh salah satu dosen IAIN Kudus yakni Rakanita Dyah Ayu Kinesti. Awal mula muncul tarian ini karena ia terinspirasi para petani genteng di desa Ngembal Rejo, Bae, Kudus.

Saat ditemui tim parist.id di ruangannya, kantor tarbiyah, perpustakaan lantai satu, Dyah menjelaskan alasan mengapa memilih tarian ini sebagai ikon budaya IAIN Kudus. Kepada kami dia mengatakan selama ini belum ada tarian yang menjadi ikon budaya.

“Di kampus IAIN Kudus kan belum ada tarian yang menjadi ikon budayanya. Maka dari itu saya berinisiatif untuk membuat tarian dan menciptakan tarian itu. Bagaimana tarian ini nantinya bisa dimanfaatkan tidak hanya di kampus saja, tapi bisa saja dimanfaatkan di kalangan masyarakat,” ucapnya pada Senin, (26/04/21).

Tari genteng disajikan oleh para mahasiswa PGMI IAIN Kudus. Tari ini ditampilkan oleh lima penari perempuan dan dua penari laki-laki dengan diiringi musik tradisional. Untuk formasi, Tari Genteng menggunakan formasi gerakan tarian khusus yang bertipe tarian kreasi tradisional.

Di depan tumpukan stopmap pada meja kerjanya, dosen yang akrab disapa Ines itu mulai menceritakan bagaimana awal mula pembuatan Tari Genteng oleh mahasiswa PGMI. Ia mengaku dibantu oleh asistennya dan para mahasiswa IAIN Kudus dalam menciptakan tarian ini.

“Untuk penelitian terkait dengan kultur budaya memang dikerjakan oleh mahasiswa tadris IPS, tapi yang mengemas dalam bentuk tariannya adalah saya dan mahasiswa PGMI. Sebenarnya mahasiswa tadris IPS ingin mensosialisasikan dengan karya tarian itu, ingin berlatih juga. Tetapi mereka belum mengemasnya, mungkin tidak punya waktu entah bagaimana kurang tau. Namun daripada tertunda-tunda terus, kemarin ketika ada acara pergelaran Gebyar Kreativitas Seni (GKS), tim kami ada rencana dengan mahasiswa PGMI untuk mengemas tarian itu agar bisa dipentaskan atau  dipublikasikan di GKS,” jelasnya. 

Sebelumnya, ia sudah meminta izin dengan Kepala Desa Ngembal Rejo untuk melakukan sosialisasi dan observasi di desa terkait dengan petani genteng. Ia juga mengutarakan tentang alasannya memilih pembuatan genteng sebagai ide menciptakan sebuah karya tari.

“Gak mungkin kan mbak kalau saya menciptakan terus nggak ada representasi atau ekspor dari objek. Jadi, yang namanya seniman dan pencipta karya itu kan sebelum menciptakan harusnya mencari tahu objeknya terlebih dahulu, budaya apa sajakah yang ada di sekitar kita,” terangnya di tengah ramainya kantor pada hari itu.

Desa Ngembal Rejo sendiri, lanjut Ines, kebanyakan masyarakatnya memproduksi genteng. Didorong oleh keinginannya untuk melestarikan kebudayaan daerah, terciptalah suatu ide untuk mengemas aktivitas produksi genteng menjadi sebuah tarian. 

“Kita orang Jawa harus tahu kultur budaya yang ada di sekitar kita. Setelah tahu di sini banyak yang memproduksi genteng dan menemui Kepala Desa Ngembal Rejo, alhamdulillah saya mendapat izin untuk bisa melakukan penelitian dan observasi ke petani-petani genteng. Setelah itu, kita kemas menjadi sebuah tarian yaitu Tari Genteng,” imbuhnya.

Dengan mengenakan masker merah mudanya, Ines menuturkan bahwa ia menciptakan gerakan Tari Genteng dengan meniru proses pembuatannya, mulai dari mengaduk tanah sampai proses mencetak genteng. Setelah menemukan gerakan, baru kemudian ia menyusun dan menentukan durasi musik.

“Untuk merancang sebuah tarian juga tidak mudah, kita persiapkan dulu dari gerakannya, dari awal saya mengekspor apa, misalkan saya lihat dari proses pembuatan gentengnya itu seperti apa nanti saya kemas saya kreasikan menjadi sebuah gerakan. Terus musiknya bagaimana, berapa durasi, propertinya seperti apa dan harus disusun betul-betul. Untuk gerakannya saya meniru dari awal proses pembuatan genteng mulai dari mengaduk tanah sampai proses mencetak genteng,” ungkapnya.

Kepada tim kami, Ines mengaku masih menindaklanjuti tarian ini sampai sekarang untuk bisa menuju hak paten, agar tarian ini bisa dikenal banyak orang. Sekaligus menjadi ikon kebanggaan bagi IAIN Kudus.

“Saya masih menindaklanjuti untuk bisa menuju hak paten. Jadi kebetulan saya arahkan ke penelitian juga. Untuk mengetahui hasil bagaimana saya mensosialisasikan ke mahasiswa dan masyarakat itu kan harus ada hasilnya. Baru nanti setelah semuanya tahu ada publikasi ke mahasiswa atau masyarakat barulah kita resmikan menjadi hak paten,” ujarnya.

Terkait publikasinya sendiri, Ines masih perlu waktu untuk melakukannya. Baru sedikit mahasiswa IAIN Kudus yang mengenal tarian ini, karena masih tergolong tarian baru.

“Untuk publikasikannya kan tidak mudah, karena butuh waktu untuk memberitahukan ke pejabat juga. Nanti sedikit-sedikit kami akan sosialisasikan dan share mungkin lewat acara-acara seminar, workshop, itu kita tampilkan di sana supaya lingkungan kampus ini tahu bahwa tarian ini diciptakan memang untuk menjadi ikonik kampus IAIN Kudus,” ujarnya.

Terakhir, Ines berharap tarian ini nantinya akan dikenal banyak orang dan bisa diapresiasikan oleh semua kalangan sebagai media pembelajaran apresiasi kreasi seni.

“Saya harap mahasiswa dan masyarakat bisa menerima dengan adanya Tari Genteng ini dan bisa berkontribusi ke kampus maupun ke masyarakat desa Ngembal Rejo. Serta bisa dijadikan media pembelajaran dengan metode apresiasi dan kreasi seni untuk mahasiswa, SMA, SMP, SD atau MI, dan RA. Karena gerakan tariannya memang saya kemas agar bisa digunakan oleh semua kalangan. Karena tari kreasi itu mudah dipahami daripada tari klasik,” pungkasnya.

Salah satu penari, Wardah Ayu, mengungkapkan keunikan Tari Genteng dari berbagai properti yang digunakan.

“Tarian ini cukup unik karena belum ada yang menarikan. Keunikan tarian ini sendiri ada di bagian properti seperti dunak, caping, dan genteng,” ujarnya saat ditanya via WhatsApp.

Lebih lanjut, Ayu mengaku sempat grogi ketika menjadi salah satu penari yang menampilkan Tari Genteng secara perdana pada GKS V mahasiswa PGMI IAIN Kudus.

“Sebelum tampil sempat agak grogi, tapi setelah menampilkan tarian tersebut rasanya senang dan plong,” sambungnya. (Komala,Wulan/Det!k)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tari Genteng Bakal Jadi Ikon Budaya IAIN Kudus

Trending Now