Best Viral Premium Blogger Templates

Miris, Regulasi Kasus Kekerasan Seksual Tak Kunjung Rilis

parist  id
Rabu, Juni 15, 2022 | 04:25 WIB
Foto : Vivi/Paragraph 

Sepanjang tahun 2020 hingga kini, tercatat tiga laporan terkait kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa IAIN Kudus diterima oleh tim Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni berupa kegaitan KKL, KKN, PKL, ataupun magang. Namun, tim PSGA juga tidak menemui laporan secara khusus. Dari banyaknya kasus tersebut, PSGA telah berusaha keras membantu proses pendampingan hingga pemulihan korban kekerasan seksual. 

Ani yang meminta identitasnya disamarkan, mahasiswa Fakultas Syariah, mengaku sangat terbantu atas penanganan dan pemulihan yang telah ia terima. "Hingga saat ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bu Mahmudah dan tim telah membantu penanganan kasus saya," ujarnya saat diwawancarai pada (02/08/21) via WhatsApp.

Sedangkan dari hasil riset Paradigma para mahasiswa menilai bahwa Tim PSGA sangat responsive 8%, responsif 31%, biasa saja (standar) 32%, kurang responsif (lambat) 28%, serta sangat tidak responsif (sangat lambat) 1%.  Buruknya penilaian tersebut, juga dipengaruhi oleh rendahnya angka laporan kekerasan seksual yang belum muncul di permukaan. Sehingga, keadaan ini menuntut Tim PSGA untuk berusaha keras melakukan pengajuan regulasi Kekerasan Seksual di IAIN Kudus. 

Nur Mahmudah selaku Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) mengaku bahwa pengajuan regulasi kekeraan seksual sebagai upaya pencegahan, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Dalam prosedural pengajuan telah melakukan beberapa revisi. “InsyaAllah di bulan Agustus akan segera disahkan oleh Bapak Rektor,” ucapnya saat diwawanacari melalui telepon WhastApp pada Kamis, 29/07/21. Akan tetapi, hingga kini kabar pengesahan regulasi kekerasan sekusal belum juga terdengar. 

Wakil Rektor I IAIN Kudus, Supa’at, sebetulnya mendukung adanya regulasi mengenai penanganan kasus kekerasan seksual yang diajukan oleh PSGA. Terkait upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekerasan seksual dilingkup kampus sudah diberlakukan sesuai dengan aturan agama Islam, lewat Tabayyun, yakni menugaskan satpam untuk menegur jika ada lawan yang berkerumun. 

Kendati begitu, nyatanya laporan yang diterima oleh warek I justru tidak ada kejelasan informasinya, hanya melalui curhatan. Sehingga pihak kampus tidak berani memberikan sanksi yang tegas terkait laporan yang tanpa disertai data yang akurat. Kepada reporter Paradigma, Warek I menyampaikan bahwa kebanyakan korban hanya bercerita ke salah seorang dosen yang kemudian dosen yang bersangkutan melapor kepada rektor, sehingga perlu bukti yang kuat untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

"Saya akan menegur siapapun melakukan kekerasan seksual, namun, harus dengan bukti yang jelas dari pelapor," tegasnya dalam wawancara dengan tim Paradigma di Gedung Rektorat lantai dua pada Senin (09/08/21).

Bulan Oktober 2021, Tim Paradigma kembali menanyakan kabar regulasi Kekerasan Seksual. Yang diajukan oleh PSGA. Nur Mahmudah, saat ditemui di ruangannya mengakui adanya kendala terkait prosedur pengajuan regulasi Kekerasan Seksual di IAIN Kudus. "Rencanannya jika terlaksana masih tahun 2022. 

Karena proses administrasi panjang perlu banyak masukan, jadi kita ke atas lalu turun lagi untuk berbenah. Makanya proses pembenahan draft regulasi yang berkelanjutan menjadikan pengesahan regulasi terus tertunda," ungkapnya saat diwawancarai secara langsung di ruang LP2M, Gedung Perpustakaan lantai satu pada Jumat (15/10/21).

Meskipun demikian, PSGA mendapat angin segar dalam penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Kepada kami, Nur Mahmudah menyampaikan bahwa Kementrian Agama secara penuh akan mendukung seluruh PTKIN untuk mempunyai kebijakan regulasi ini yang berlaku di lokasi setempat. Tanpa meninggalkan aspirasi daari mahasiswa, berbagai pihak mendukung upaya pengesahan regulasi kekerasan seksual.

Bahkan, pihak rektorat telah membuka masukan yang sebesar-besarnya sebelum pemberlakuan kebijakan regulasi dan berdirinya ULT (Unit Layanan Terpadu). Termasuk, baru-baru ini Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Anak Kabupaten Kudus telah menyatakan kesetujuannya untuk turut  memberikan masukan dalam penggodokan regulasi kekerasan seksual di IAIN Kudus lebih matang.

Lamanya proses pengajuan regulasi ini membuat sebagian mahasiswa kecewa karena merasa kampus belum menjadi lingkungan yang aman bagi mahasiswa perempuan. Salah satunya Rahma, mahasiswa Fakultas Tarbiyah semester lima. Ia sangat menyayangkan atas regulasi Kekekerasan Seksual yang tidak kunjung beres. Lebih parah lagi, saat ini sangat marak kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia maya atau sering disebut KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online). 

Merebaknya pelaku KBGO untuk menyerang parea korban dengan mudah, cepat dan banyak bahkan sulit untuk diindentifikasi pelakunya. "Banyak yang meneror saya tiba-tiba dengan motif kekerasan seksual dan menjadikan saya semakin resah setiap membuka Handphone," ujarnya saat diwawancarai Paradigma, Jum'at (15/10/21). 

Oleh sebab itu, sudah selayaknya kampus segera berbenah dan fokus untuk merampungkan regulasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Sehingga, apabila terjadi kasus baik secara langsung maupun KBGO dapat ditangani dan ditindaklanjuti secara tegas sesuai dengan prosedurnya. 

Dengan begitu, kampus IAIN Kudus akan memberikan perlindungan kepada korban dan menjadi lingkungan yang aman dan nyaman terutama bagi mahasiswa atau kelompok yang rentan dari kekerasan seksual yang sedang marak terjadi.

Reporter: Alfia, Hasna

*Telah dirilis pada majalah Paradigma edisi ke-36

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Miris, Regulasi Kasus Kekerasan Seksual Tak Kunjung Rilis

Trending Now