Best Viral Premium Blogger Templates

Mahasiswa Baru, Peranmu Beribu-ribu Ditunggu Untuk Maju

parist  id
Jumat, Agustus 26, 2022 | 23:23 WIB


                Digelarnya Pengenalan Budaya Akademik (PBAK), saya teringat tiga tahun lalu bagaimana proses bekerja keras untuk memperjuangkan nasib saya dibangku kuliah. Memasuki dunia kampus dimanapun baru mengalihkan status menjadi "Mahasiswa Baru". Hadirnya berbagai jurusan yang beraneka ragam menjadikan hidup penuh pilihan alternatif untuk meraih kesuksesan. Sayanganya banyak mahasiswa yang masih merasa salah jurusan karena pilihannya utama ditolak dan bahkan terpaksa akibat pilihan orang tua.

Kembali berbicara budaya akademik rasanya para akademisi termasuk mahasiswa tidak akan jauh tentang ilmu pengetahuan. Gencarnya perkembangan tekonologi dan ilmu pengetahuan membuat para akademisi dituntut mengikuti arus dengan rambu-rambu ilmu pengetahuan. Tapi sayanganya, sering kali mahasiswa hanya menikmati gelarnya untuk kuliah, organisasi selebihnya ialah self rewarding seperti ke kafe, ke mall dan sebagainnya. Padahal beban sebagai mahasiswa sangatlah berat. Mahasiswa dituntut menguasai segala bidang dan terampil di masyarakat. Padahal Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) harus mampu mengingtakan tugas sebagai mahasiswa. Seperti menjadi agent of change maupun iron stock bagi bangsa ini. Hal ini dapat dihidupkan melalui budaya kampus seperti membaca buku, diskusi kecil, penulisan jurnal dan membuat perubahan sekitar.  Adapun budaya akademik kemahasiswaan sebagai kampus islam juga harus mengimbangi dunia pengetahuan dan dunia keislaman. Hal ini dapat dimulai dengan menghidupkan tradisi-tradisi akademik dari hal-hal kecil.

 

Melempemnya Budaya Diskusi

                Diskusi menjadi senyawa penting dalam menghidupkan nalar kritis seseorang. Namun, saya teringat dulu setelah pulang jam perkuliahan banyak mahasiswa yang melingkar di depan gedung kampus sampai petang hanya untuk bercengkrama membahas urusan negara maupun polemik kampus yang tiada henti. Kini setelah pandemi, tradisi diskusi mulai luntur. Para mahasiswa hanya menyibukkan diri dengan kegiatan yang mereka sukai termasuk terlalu sering boros demi memenuhi kebutuhan self healing dan konten di media sosial. Para mahasiswa baru memiliki semangat yang menggebu-gebu sering kali hanya ikut-ikutan kesana kemari untuk mengikuti organisasi di kampus. Layaknya manusia yang butuh pengakuan terhadap keberadaan dirinya, sebagai mahasiswa baru hingga mahasiswa tua diskusi di kampus ini cenderung hanya diramaikan oleh anak organisasi mahasiswa (ormawa). Padahal tradisi ini bukan hanya berlaku di kelas perkuliahan namun diskusi kecil menjadi bagian dalam mengembangkan pengetahuan.

                Cara seseorang dalam bersosialisasi dan berkomunikasi menjadi salah satu jalur dalam membuka bagaimana membenahi masalah pribadi dan bahkan masalah negara. Perlu diketahui, mahasiswa bukan para pendemo yang disewa dan selalu dikompor-kompori. Sehingga budaya diskusi di kampus dan nalar kritis harus harus selalu berjalan dan diwariskan kepada seluruh angkatan. Sebab, kritik dan diskusi sebagai senjata mahasiswa dalam membenahi kebijakan pemerintahan yang arogan dalam memimpin negeri ini. Hak kritik yang diberikan kepada warga negara termasuk mahasiswa harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sementara itu, diskusi kampus aktif hanya cenderung di forum seminar, dan FGD yang  sering kali dibatasi pesertanya.

                Selama dibangku Sekolah Dasar hingga Tingkat Atas, buku catatan menjadi bukti bahwa kita telah belajar. Berbeda ketika menyandang gelar mahasiswa, laptop dan buku bacaan harus dipertebal sebagi bukti bahwa penulisan ini adalah hasil riset. Batasan jumlah refrensi yang digunakan menjadi  Jika kita menengok kembali, kampus ini menyimpan prestasi yang cukup membanggakan. Sehingga, diskusi sebagai sarana dalam mengembangakn penelitian untuk ditulis dan diriset ulang secara mendalam. Akan tetapi rendahnya tingkat diskusi mahasiswa tidak sebanidng dengan Juara 3 se Asia pada Jurnal QIJS menjadi bukti bahwa pengembangan ilmu pengetahuan di IAIN tidaklah stagnan. Namun jika kita menengok budaya mahasiswa yang sering copy paste dan hanya mengganti lokasi penelitian cenderung tidak berdiskusi dan rendahnya tingkat membaca ilmu tersebut hanya dikembangkan oleh dosen dalam bersaing meningkatkan pangkat.

 

Agent of Change Bukan Sandang Yang Diremehkan

                Seperti yang digaungkan para sosiolog sekarang, agent of change bukan sekedar bunyi tong kosong berbunyi nyaring sebagai baju mahasiswa. saya teringat kembali waktu sebagai mahasiswa baru teman saya mengepost postingan foto twibbon yang mengaku sebagai agent of change. Menurut saya kuaitas mahasiswa sesungguhnya bisa dilihat dari indikator perubahan yang diciptakan. Sebagai mahasiswa secara terus terang pasti yang diinginkan ialah lulus dengan cepat dan meraih predikat cumlaude. Padahal peran mahasiswa sebagai agent of change tidak boleh dikesampingkan. Mengingat kembali Tri Darma Perguruan Tinggi juga harus melakukan pengabdian pada masyarakat. sehingga agent of change menjadi jiwa power yang harus tertanam dalam diri mahasiswa. Organisasi mahasiswa menjadi wadah gerak dan pendobrak dalam mengabdikan diri mahasiswa sebagai makhluk sosial. akan tetapi, memasuki sebuah organisasi dibuat sebagai ajang membranding diri dan memperbagus CV. Meskipun terdpat stigma sebagai budak organisasi ternyata langkah ini sebagai bukti pengabdian mahasiswa kepada negara.

                Berbicara soal perubahan, saya ingin menggaris bawahi bahwa diskriminasi pendidikan Islam dan pendidikan umum yang ada di Indonesia terlihat jelas skatnya. Program Kampus Merdeka belajar yang belum sepenuhnya berlaku di IAIN Kudus menjadi keresahan saya saat bersaing di dunia kerja. Saya sering membayangkan berbagai pesaing menyodorkan pengalaman dan sertifikat terbaiknya yang dikeluarkan oleh kementerian Riset dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan saya hanya berbekal pengalaman yang saya dengar dari mereka. Sontak hal ini membuat saya harus bekerja keras mengais pengalaman hidup. Jika kita menengok di media sosial komunitas yang didirikan oleh mahasiswa yang bejenjang memang patut diakui jempol. Sebagai lembaga independen komunitas tersebut harus menarik massa sebanyak dan mendobrak tradisi yang menghambat kemajuan bangsa. seperti komunitas jendela puisi, dan komunitas Taman Pendidikan Sumber Air Amla.  Sayangnya, keegoisan mahasiswa yang hanya mementingkan kesibukan lainnya belum tersadar harus bergerak dari mana dan merupakan tanggung jawab siapa. Oleh sebab itu, saya berpesan kepada mahasisw baru untuk menjalnakn kulaih bukan sekedar mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan juga tercipta dari para pemuda bangsa yang bergerak sebagai pemimpin. Akan tetaoi rakyat sebagai orang kecil yang diayomi.

               

 *Alfia Ainun Nikmah, Mahasiswa yang Ingin Cepat Lulus dan Hidup Berjalan Mulus

               

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Mahasiswa Baru, Peranmu Beribu-ribu Ditunggu Untuk Maju

Trending Now