![]() |
Potret Foto bersama Diskusi Publik bahas RUU KUHAP oleh Klinik Hukum IMTV, Semarang pada (06/07). |
Acara ini menghadirkan Dr. Marcella Elwina Simandjutak, SH., CN., M.Hum, dosen Hukum Pidana Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), dan Eti Oktaviani, S.H, advokat sekaligus anggota Koalisi Advokat untuk Pembaruan Indonesia (KAPI), serta dipandu oleh Karman Sastro.
Talkshow ini membedah secara mendalam urgensi, substansi, hingga tantangan revisi KUHAP yang sudah berusia lebih dari 4 dekade
Dr. Marcella mengawali diskusi ini dengan memaparkan bahwa KUHAP yang lahir melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang sempat dianggap sebagai karya agung anak bangsa, karena berhasil melepaskan sistem peradilan pidana Indonesia dari pengaruh kolonial. Namun, ia menilai bahwa usia KUHAP yang sudah lebih dari 4 dekade menjadikannya tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.
“KUHAP yang dibuat tahun 1981 itu disebut karya agung anak bangsa. Namun, sudah 40 tahun lebih, dengan perkembangan teknologi, informasi, dan isu hak asasi manusia, KUHAP sudah obsolet dan perlu diperbaharui,” ujarnya.
Sementara itu, Eti Oktaviani menyoroti lemahnya perlindungan terhadap korban dan tersangka dalam sistem hukum acara yang berlaku saat ini. Ia menyebut masih banyak korban yang mengalami ketidakadilan sejak tahap awal pelaporan ke kepolisian.
“Banyak korban yang sudah melapor ke polisi bahkan tidak diterima laporannya atau tidak mendapatkan STTPL. Ini contoh nyata ketidakadilan yang harus dijawab oleh RUU KUHAP," tegasnya.
Selain soal perlindungan korban, Eti juga menyoroti posisi advokat yang selama ini belum mendapatkan pengakuan maksimal.
Ia menyebut RUU KUHAP harus mampu memberikan perlindungan hukum yang jelas terhadap profesi advokat agar tidak terus-menerus dikriminalisasi dalam menjalankan tugasnya.
“Paradigma obstruction of justice harus jelas agar advokat tak takut membela klien,” katanya.
RUU KUHAP yang tengah dibahas di DPR juga dinilai membawa sejumlah pembaruan penting, mulai dari penguatan hak tersangka dan korban, pengaturan ulang mekanisme penyelidikan, hingga penegasan asas legalitas dalam perolehan alat bukti.
Dr. Marcella mengingatkan pentingnya pembahasan yang matang dan tidak terburu-buru agar aspek substansi tidak terlewat, “Pembahasan tidak boleh terburu-buru agar tidak ada aspek penting yang terlewat."
Kedua narasumber sepakat bahwa pembaruan KUHAP harus melibatkan partisipasi publik yang luas agar mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara nyata.
Diskusi ini juga mendorong RUU KUHAP menjadi pijakan hukum acara yang lebih modern, adil, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.