Best Viral Premium Blogger Templates

Angkat Tokoh Lokal, Tim KKN-IK Kecamatan Margoyoso Gelar Seminar Moderasi Beragama

parist  id
Senin, September 20, 2021 | 10:09 WIB

 

dok. panitia KKN-IK IAIN Kudus Kecamatan Margoyoso

PATI, parist.id – Tim KKN-IK IAIN Kudus Kecamatan Margoyoso bekerja sama dengan komunitas budaya Kaneman Kajen Jonggringan (Kanjengan) menggelar seminar online Mengangkat tokoh lokal Desa Kajen.

Berlangsung di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, seminar mengusung tema “Moderasi Beragama dalam Perjuangan Syekh Ahmad Mutamakkin”, Sabtu (18/09/2021).

Hadir sebagai Dosen Pendamping Lapangan (DPL), Muzayyidatul Habibah, dalam sambutannya memaparkan, adanya keragaman masyarakat Islam di Indonesia menjadi sesuatu yang sensitif, sehingga lewat seminar ini diharapkan bisa mengedukasi terkait perlunya meningkatkan kesadaran beragama secara moderat.

“Dalam moderasi beragama kita bisa lebih dewasa dan dapat meredam perilaku beragama yang bersifat ekstrim,” ungkap Habibah.

Selain itu, ia menambahkan, sikap yang moderat dalam beragama dapat menumbuhkan masyarakat yang cinta pada tanah airnya (nasionalisme). 

"Tidak memberontak pada tatanan hidup yang telah disepakati bersama," imbuhnya. 

Sementara itu, Taufiq Hakim selaku pemateri pertama menjelaskan adanya wacana moderasi beragama bukan sesuatu yang baru. Namun, faktanya, secara historis sudah dipengaruhi sejak zaman pra islam, akan tetapi isu tersebut muncul kembali setelah adanya fenomena beragama. 

“Sebenarnya moderasi beragama adalah cara pandang seseorang dalam beragama bukan (dilihat dari) agamanya,” jelasnya.

Terkait moderasi beragama  yang ditinjau dari Syekh Ahmad Mutamakkin, mahasiswa Universitas Gadjah Mada Magister Fakultas Ilmu Bahasa ini memberikan penjelasan dari sepasang ukiran naga raja bersumping bunga mandala yang terdapat di mimbar Masjid Kajen, yang konon menurut orang sepuh terdahulu disebut sebagai Naga Aji Saka atau sosok makhluk yang gemar tirakat.

“Mbah Mutamakkin dalam bermoderasi menjalankan dakwahnya dengan meninggalkan sepasang naga di bagian mimbar Masjid Kajen,” katanya.

Terakhir, mengenai makna mimbar di Masjid Kajen menggambarkan perjalanan hidup manusia dan mencerminkan budaya lama masyarakat kajen yang masih dilestarikan sampai sekarang.

“Pengaruh Islam di bawah Mbah Mutamakkin tidak serta merta menghilangkan tradisi lama masyarakat setempat karena simbol tersebut difungsikan sebagai ajaran perpaduan kebudayaan Hindu, Jawa, Cina dan Islam,” jelasnya.

Disamping itu, M. Farid Abbad, Koordinator Kanjengan,  selaku pemateri kedua menerangkan, dari hasil riset sederhana yang telah dilakukan, dairoh (papan tulisan melingkar) yang terdiri dari enam enam lingkaran yang terletak  di langit-langit Masjid Kajen merupakan perwujudan dari suluk kebudayaan Syekh Ahmad Mutamakkin. 

“Seluruh rangkaian sejarah kehidupan Mbah Ahmad Mutamakkin itu tidak bisa dilepaskan dari konstruksi pengetahuan yang beliau miliki yang kemudian ditulis dan terjewantahkan di dalam dairoh. Bagi banyak kalangan saya kira ini masih menjadi misteri dan memiliki segudang pertanyaan penting,” katanya.

Menurutnya hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari perjalanan intelektual Syekh Ahmad Mutamakkin yang sampai ke timur tengah. Tradisi itu tidak bisa dilepaskan dari teks-teks keagamaan, terutama yang tertuang di dalam dairoh Syekh Ahmad Mutamakkin merupakan teks-teks yang memiliki nilai tasawuf.

“Sejauh ini ada kurang lebih dua atau tiga tokoh yang saya kaji, yaitu secara tekstual yang menggambarkan tentang makna-makna dari apa yang tertulis di dalam dairoh itu,” ungkapnya.


(TIM KKN-IK IAIN Kudus Kecamatan Margoyoso)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Angkat Tokoh Lokal, Tim KKN-IK Kecamatan Margoyoso Gelar Seminar Moderasi Beragama

Trending Now