Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

Overthingking Pada Remaja : Menemukan Kedamaian Lewat Psikologi Sufistik

parist  id
Jumat, Juni 06, 2025 | 21:42 WIB

 Oleh : Sheila Hapsari (2430310009), Reva Akma F (2430310007)

Di tengah tekanan akademik yang semakin tinggi, kecemasan dan overthinking menjadi fenomena yang kerap dialami oleh banyak remaja saat ini[1]. Tuntutan untuk sukses di dunia pendidikan, ditambah dengan perbandingan sosial melalui media sosial, sering kali membuat pikiran mereka terus-menerus dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketakutan akan kegagalan. Overthinking ini tidak hanya mengganggu kesehatan mental, tetapi juga mempengaruhi kualitas hidup mereka, termasuk hubungan sosial dan performa akademik.

Overthinking adalah fenomena yang sering terjadi, Ini adalah kebiasaan berpikir secara berlebihan dan terus menerus tentang masalah apa pun, bahkan yang sebenarnya sepele. overthinking pada remaja tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan[2]. Beberapa remaja bahkan mengalami gejala depresi ringan, seperti perasaan hampa, putus asa, dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya disukai. Dengan demikian, overthinking bukan hanya kebiasaan berpikir berlebihan, melainkan juga kondisi serius yang dapat menghambat perkembangan emosional dan akademik seorang remaja. Sayangnya, metode penyembuhan yang hanya bergantung pada akal sehat sering kali tidak mencapai sumber kegelisahan yang sebenarnya.  Akibatnya, metode spiritual seperti psikologi sufistik harus dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mencapai kedamaian yang lebih mendalam dan signifikan.[3]

Banyak metode yang ditawarkan oleh ilmu psikologi kontemporer untuk mengatasi kecemasan dan overthinking belum mencapai tingkat kecemasan jiwa yang paling dalam.  Misalnya, terapi kognitif dapat mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif dengan baik, [4]namun seringkali tidak memberikan solusi untuk masalah eksistensial yang menghadang orang, seperti kehilangan arah hidup atau rasa hampa batin.  Pendekatan self-help yang paling populer bahkan cenderung menekankan keberhasilan dan kebahagiaan luar biasa, tanpa memberikan ruang untuk refleksi spiritual yang mendalam.  Dalam situasi seperti ini, psikologi sufistik muncul sebagai alternatif yang menawarkan penyembuhan dari dalam melalui pemahaman manusia tentang hakikat diri mereka sendiri dan terbentuknya hubungan yang kuat dengan Tuhan sebagai sumber kedamaian sejati.

Psikologi sufistik menekankan aspek spiritual manusia yang lebih dalam, berbeda dengan psikologi modern yang cenderung fokus pada aspek kognitif dan perilaku.Misalnya, terapi kognitif melihat pola berpikir negatif dan mencoba mengubahnya dengan cara berpikir yang lebih logis. Namun, terapi kognitif kadang-kadang tidak mampu mengatasi masalah eksistensial seperti kehilangan makna hidup atau rasa terlindungi.  Kesadaran akan hakikat diri sebagai makhluk spiritual yang terhubung dengan Tuhan adalah tempat psikologi sufistik memulai penyembuhan.  Psikologi sufistik menganggap hati (qalb) sebagai tempat rasa, kesadaran, dan ketenangan, sedangkan psikologi modern menganggap pikiran sebagai pusat kendali.[5]  Dalam situasi ini, overthinking bukan sekadar kesalahan berpikir,namun representasi dari hati yang tidak tenang dan tidak diisi dengan kehadiran Ilahi.  Melalui proses penyucian batin (tazkiyatun nafs), zikir, dan penyerahan diri, pendekatan sufistik membantu jiwa kembali ke ketenangan sejati.  Oleh karena itu, psikologi sufistik menawarkan pengobatan yang lebih komprehensif, menyembuhkan bukan hanya gejala tetapi juga memulihkan sumber kegelisahan dari dalam.

Psikologi sufistik adalah pendekatan spiritual yang tertanam pada ajaran tasawuf yang menekan penyucian jiwa dan perjalanan batin menuju kedekatan dengan Tuhan[6].  Tradisi ini memandang gangguan seperti overthinking sebagai gejala jiwa yang belum menemukan keseimbangan batin dan keterhubungan dengan Yang Ilahi , tidak hanya berkaitan dengan cara berpikir semata.  Mereka diajak untuk melepaskan ikatan duniawi dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan dengan tulus melalui praktik seperti zikir, tafakur, muraqabah (kesadaran akan kehadiran Tuhan), dan pemahaman tentang konsep tawakkul dan ridha.

Seperti yang dikatakan Jalaluddin Rumi, "Ketika aku melepas apa yang aku miliki, aku menjadi siapa diriku," seseorang akan menemukan kedamaian sejati bukan melalui kontrol pikiran, tetapi melalui penyerahan yang tulus kepada Tuhan.  Psikologi sufistik tidak hanya bertujuan untuk meringankan gejala. Sebaliknya, itu bertujuan untuk mencapai kedewasaan spiritual, yang akan membantu seseorang menjadi lebih tenang, sadar, dan tidak mudah terjebak dalam pikiran yang melelahkan.  Oleh karena itu, metode ini dianggap sebagai metode yang tidak hanya menyentuh pikiran tetapi juga menyembuhkan jiwa.

Praktik psikologi sufistik seperti zikir, tafakur, dan muraqabah [7]sangat membantu dalam meredakan overthinking dengan membawa kesadaran seseorang kembali ke kehadiran Tuhan dan mengarahkan hati ke ketenangan batin.  Zikir, yang berarti mengingat Tuhan, membantu menenangkan pikiran dan mengalihkan perhatian dari stres duniawi.  Menurut praktik Imam Al-Ghazali, “Kebahagiaan sejati bukanlah pada harta atau kedudukan, melainkan pada hati yang mengenal Tuhan dan tenang bersama-Nya,”. Praktik-praktik ini memperkuat keyakinan bahwa kedamaian sejati tidak terletak pada kemampuan untuk mengendalikan pikiran, tetapi pada penyerahan diri kepada Tuhan dan menerima takdir secara penuh. Dengan fokus pada hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan, remaja yang berjuang dengan overthinking dapat menemukan kedamaian yang lebih kuat dan lebih lama, jauh melampaui solusi duniawi yang hanya bersifat dangkal.

Dalam menghadapi tantangan psikologis yang kompleks seperti overthinking, pendekatan psikologi sufistik menawarkan solusi yang lebih holistik dan mendalam. Tidak hanya Praktik-praktik sufistik seperti zikir, tafakur, dan muraqabah membantu meredakan overthinking dengan membawa kembali kesadaran pada hakikat diri yang lebih besar dan lebih luhur. Dengan memahami bahwa ketenangan sejati berasal dari hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan, remaja dapat mengatasi tekanan hidup dengan lebih tenang, menerima takdir dengan lapang dada, dan menemukan makna dalam setiap langkah kehidupan mereka. Oleh karena itu, penyatuan psikologi sufistik dalam pendekatan psikologi modern dapat menjadi kunci untuk mencapai keseimbangan batin [8]yang sejati, tidak hanya untuk mengatasi overthinking, tetapi juga untuk mencapai kedamaian hidup yang lebih bermakna.



[1] Pratama, Vemas Satria Edy. "Menyikapi Perasaan Insecure dan Overthinking dalam Perspektif Al-Quran." Al-Wasathiyah: Journal of Islamic Studies 3.1 (2024): 14-28.

[2] Sabarno, Sabrin, and Falizar Rivani. "UPAYA PENGEMBANGAN DIRI (SELF IMPROVMENT) DALAM MENINGKATKAN PERILAKU ISLAM GEN Z MELALUI KONTEN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM BAGAS RAIS." Esensi Pendidikan Inspiratif 6.2 (2024).

[3] Huda, Ilham Ramadhani, and Satrio Artha Priyatna. "Studi Fenomenologi Kesejahteraan Emosional Praktisi Tasawuf." Jurnal Budi Pekerti Agama Islam 2.5 (2024): 105-118.

[4] Haikal, Muhammad. "Terapi kognitif perilaku untuk mengurangi gejala kecemasan." Procedia: Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi 10.2 (2022): 47-52.

[5] Achmad, Ubaidillah. "Kritik Psikologi Sufistik Terhadap Psikologi Modern: Studi Komparatif Pemikiran al-Ghazali dan Descartes (Upaya Memperkuat Bangunan Konseling Islam)." Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam 4.1 (2013): 71.

[6] Muvid, Muhammad Basyrul. Tipologi Aliran-Aliran Tasawuf. BILDUNG, 2019.

[7] Febriyanti, Febby. "STUDI FENOMENOLOGI: KONSEP TASAWUF SEBAGAI METODE TERAPI." Jurnal Ilmiah Multidisiplin Terpadu 8.7 (2024).

[8] Masyito, Siti Hazar. "Meningkatkan Ketenangan Spiritual dan Jiwa Keagamaan Melalui Metode Meditasi: Tinjauan Psikologi Agama." Jurnal Kajian Pendidikan Islam (2025): 39-47.

Referensi 

 

Hidayati, Z., Maimunah, S., Syaifudin, M., & Niam, K. (2025). Pemetaan Kajian Tasawuf: Suatu Pendekatan Bibliometrik: Mapping the Study of Sufism: A Bibliometric Approach. Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam9(1), 1-16.

Huda, I. R., & Priyatna, S. A. (2024). Studi Fenomenologi Kesejahteraan Emosional Praktisi Tasawuf. Jurnal Budi Pekerti Agama Islam2(5), 105-118.

Rahmayani, A. (2018). Mengontrol Pikiran Negatif Klien Skizofrenia dengan Terapi Kognitif. Journal of Islamic Nursing3(1), 47-54.

Sabarno, S., & Rivani, F. (2024). UPAYA PENGEMBANGAN DIRI (SELF IMPROVMENT) DALAM MENINGKATKAN PERILAKU ISLAM GEN Z MELALUI KONTEN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM BAGAS RAIS. Esensi Pendidikan Inspiratif6(2).

Samad, D. (2016). Konseling sufistik tasawuf wawasan dan pendekatan konseling islam.

Sherlina, A. P. (2024). Tingkat Kecemasan Pada Remaja Dalam Menghadapi Masa Depan. Karimah Tauhid3(1), 989-997.

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Overthingking Pada Remaja : Menemukan Kedamaian Lewat Psikologi Sufistik

Trending Now