Best Viral Premium Blogger Templates

Selamat Datang Mahasiswa Biasa di Kampus yang Biasa-Biasa Saja

parist  id
Selasa, Agustus 23, 2022 | 01:34 WIB
Foto-foto ilustrasi pembukaan PBAK IAIN Kudus 2022


Mendengar gelaran kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) IAIN Kudus yang kembali digelar secara offline, perasaan saya justru campur aduk. Tentunya, usai dua tahun terakhir kegiatan tersebut hanya berlangsung via daring, ini tentunya menjadi angin segar bagi seluruh sivitas akademika di kampus, terlebih bagi mahasiswa baru. Pastinya, mereka tak sabar merasakan dunia kampus yang bisa dibayangkan oleh anak SMA pada umumnya seperti romansa di sinetron atau FTV.

Namun demikian, ada perasaan sedikit resah yang muncul dari  dalam diri saya. Seketika itu pula, ingatan saya terlintas begitu saja pada waktu masih mengalami PBAK dulunya ketika menjadi mahasiswa baru yang masih polos-polosnya. Tiba-tiba saya menjadi kepikiran,  bagaimana konsep kegiatan ospek tahun ini ya? Apakah seperti  kegiatan PBAK dulu sebelum pandemi, atau  ada hal baru yang saya harapkan tidak hanya menjadi kegiatan seremonial tahunan saja, sepertinya menarik untuk disimak.

Apapun bentukan nama dan istilahnya, PBAK bisa dikatakan sebagai masa pengenalan lingkungan kampus dan berbagai kehidupannya kepada para mahasiswa baru yang saban tahun dilakukan. Di kampus lain, ada yang menyebutnya dengan istilah Ospek (Orientasi  Studi dan Pengenalan Kampus), PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru), atau PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan). Setiap tahunnya, kegiatan ini selalu memunculkan warna, pengalaman, dan cerita yang berbeda-beda di setiap  kampus. Tak jarang, berbagai perdebatan hingga konflik antar pihak sudah menjadi bahan wajib yang dipublikasikan baik di media mainstream maupun media sosial.


Budaya Akademik?

Menjadi menarik ketika  pengenalan kegiatan kampus ini kita cari tahu esensinya. Sebab, sudah semestinya setiap kegiatan yang digelar harus mempunyai tujuan dan arah yang jelas supaya tak sia-sia. Jika kita merunut pada akronimnya, maka boleh dikatakan PBAK menjadi satu wadah bagi mahasiswa baru untuk mengenal budaya-budaya akademik dan kemahasiswaan yang ada di kampusnya. Budaya akademik di sini tidak lain adalah bagaimana seorang mahasiswa harus bisa bersikap sebagai insan terpelajar, mengikuti kegiatan kampus seperti kuliah, berorganisasi, berdiskusi, sesuai dengan tujuan awal meraih gelar sarjana.

Saya rasa, selama ini kita terlalu salah kaprah dalam menanggapi dan memaknai esensi dari kegiatan ospek/PBAK. Jika kita mau mengamati, banyak hal yang terkesan lucu, aneh, konyol, hingga kegiatan yang nggak masuk akal bisa diikutkan dalam kegiatan tahunan itu. Belum lagi munculnya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan momen PBAK ini sebagai ajang pansos dan senioritas yang tiada henti-hentinya. Lalu, budaya akademik mana yang akan dikenalkan kepada para adik-adik maba?

Mundur sedikit ke belakang, sebelum era teknologi begitu hype seperti sekarang ini, tentu ajang senioritas dan perploncoan yang dilakukan kating dan panita masih bisa dianggap wajar. Sebab, pada saat itu belum banyak memblow up tindak kekerasan dan budaya primitif tersebut ke masyarakat luas. Tentu saja saya juga berpositif thinking, pemikiran mahasiswa sekarang lebih maju. Sehingga budaya-budaya seperti itu sudah tidak revelan lagi dan terlalu miris untuk diteruskan. Kembali lagi, bagaimana dengan di kampus hijau di Kudus yang satu ini?

Mendengar kabar dari kawan saya yang juga menjadi salah satu panitia PBAK, saya cukup lega. Keputusan panitia menghilangkan persyaratan mahasiswa baru untuk membawa bekal tetek bengek yang gak gun aitu dihilangkan. Sebaliknya, tentu ini menjadi kabar buruk bagi mahasiswa lama yang ingin mencari cuan dari bisnis pbak. Sebab, mereka tak bisa lagi meraup untung banyak-banyak sepeti di tahun-tahun sebelumnya.

Namun ternyata, rumor tersebut salah besar. Buktinya, pada pelaksanaan PBAK tahun ini masih saya mempersyaratkan pembekalan yang terkesan ribet dan nggak begitu penting. Apalagi dengan berbagai pernak-pernik yang musti dipakai oleh mahasiswa baru. Seakan menambah kesan penugasan yang dibebankan kepada maba tersebut seperti hanya formalitas dan macem-maceman saja. Menganut sistem ospek yang gitu-itu saja. 

Lucunya lagi, menyinggung sedikit soal pembekalan, kenapa begitu banyak mahasiswa yang tertarik untuk terlibat dalam bisnis gelap stand pbak itu. Bagaimana ia bisa dengan santainya memperdaya mahasiswa baru hanya dengan dalih memudahkan mahasiswa dalam memenuhi persyaratan dari panitia. Jelas-jelas tak ada kaitannya dengan budaya akademik dan impactnya bagi mahasiswa, tapi mengapa mereka masih kekeh mempertahankan tradisi lama?

Belum lagi mahasiswa kolot yang saling tarik ulur pelanggan agar maba mampir di standnya. para oknum ribut-ribut perkara stand, panitia kewalahan dan maba-maba kalangkabut, sungguh ironi pemandangan PBAK yang menguras air mata, ya sedih ya miris, semoga tahun ini tidak sampai segitunya.


Perlu berbenah

Makin ke sini, kampus harus makin ke sana. Nyatanya akan aneh jika wacana menuju UIN terus digemborkan tetapi perbaikan dan kualitas tak segera digencarkan. Apalagi, PBAK merupakan kegiatan pertama yang dikenalkan kepada mahasiswa baru. Hal itu tentu bisa menjadi patokan,, sejauh mana kualitas kampus dalam memberikan pelayanan. Sebab, kualitas kampus dapat dilihat dari progress dan juga kualitas mahasiswanya. 

Tentunya saya sangat mengharapkan ada  gagasan baru yang diwacanakan oleh teman-teman panitia kepada mahasiswa baru. Biar tidak hanya meneruskan tradisi lama, PBAK seharusnya bisa menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi bersama. Seperti halnya memblow up isu-isu yang sedang hangat di media dan memang menjadi keresahan dan kebutuhan masyarakat, mahasiswa seharusnya bisa memfasilitasinya.

Kampus, yang notabene dihuni oleh peneliti, dosen, ilmuwan dan mahasiswa sebagai agent of change, katanya. Kampus menjadi salah satu pertimbangan yang dilirik oleh pemerintah ketika mengambil sebuah kebijakan. Dengan mengajak mahasiswa baru dalam event untuk menyuarakan isu-isu yang diresahkan masyarakat seperti kekerasan seksual, isu pendidikan, isu sosial budaya dan sebagainya, tentu akan menjadi menarik bagi orang luar.  

Dengan begitu, kampus akan dilirik menjadi ruang akademisi yang kritis. Dan mahasiswa baru akan benar-benar merasakan apa yang dimaksud dengan budaya akademik dan kemahasiswaan itu. Sehingga, tidak ada  lagi ruang bagi mahasiswa lama untuk ajang pansos dan sok keras. Sebab semua telah menyatukan visi bersama, bahwa senioritas tak menjadikanmu cerdas apalagi berkualitas ya gaes yaa….


*Hasyim Asnawi, mahasiswa cupu yang hingga saat ini belum diluluskan kampus


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Selamat Datang Mahasiswa Biasa di Kampus yang Biasa-Biasa Saja

Trending Now